Hidup Biasa

Kapan terakhir kali kamu dapat tertidur tenang
Tak perlu memikirkan tentang apa yang akan datang di esok hari
Tubuh yang berpatah hati, bergantung pada gaji
Berlomba jadi asri mengais validasi

Hindia-Secukupnya, dengan lirik sederhana yang amat mengena emang cocok banget buat bahan overthinking. Kayanya Danco* salah deh, tumbuh dewasa tidak lebih menyenangkan dari hidupnya balita. Tapi kalau disuruh milih, menurutku lebih enak menjadi dewasa sih if only, punya kebebasan untuk melakukan dan memilih langkah kita kedepannya. 


Biar makin relate dengan tema hari ini nyanyi dulu yuk sama Mas Baskara pakai lagu yang jadi Soundtrack sinema Nanti Kita Cerita Tentang Hari ini dan membahas lebih jauh soal kehidupan yang bikin deg-degan seperti es kelapa muda ini (degan).

Hari ini aku pengen cerita-cerita soal hidup yang biasa tanpa harus terpaku pada sebuah kesuksesan. Terinspirasi dari salah satu drakor yang baru-baru ini aku tonton, Our Beloved Summer. Ngomongin soal drakor, drama pertama yang aku tonton adalah King Of Baking pada 2016. Sejak hari itu, aku dengan bangga jadi pengikut dunia perdrama-Koreaan, tapi baru kali ini jatuh cinta banget dengan karakter yang biasa-biasa saja. Ia yang rasa-rasanya ada dalam diri setiap manusia. Sudah pada nonton Our Beloved Summer? Iya drama korea rekaan Netfix yang merupakan adaptasi dari Webtoon dengan judul yang sama karya Kyounchal Han, author Spirit Fingers (ini webtoon bagus banget, kamu harus baca, rekomendasi keduaku setelah Lookismnya PTJ ;) ) Kalau sudah, mungkin perbincangan ini bakal lebih easy buat disimak sambil duduk dulu, rebahan juga boleh. Belum nonton juga gak masalah sama sekali karena kita di sini bukan buat ngebahas betapa biasanya kehidupan Choi Ung yang go with the flow. Lord Choi Ung, aku wong mu! Respect! 


Dari ilustrasi diatas kurang lebih kita punya gambaran lah ya, betapa biasa dan nothing to lose nya kehidupan Choi Ung. Seenggaknya kita pernah mengenal orang macam itu dalam hidup kita atau jangan-jangan malah kita sendiri? Mendamaikan hidup tanpa banyak beban dan menjadi seorang peacekeeper. Tak memiliki banyak ambisi, adakalanya punya mimpi, tapi kalau tidak kesampaian ya sudah. Inginnya tidak banyak muluk-muluk. Kebanyakan lebih pada rencana jarak dekat, seperti mau olahraga hari ini. 

Rasanya emang aneh sih kalau seseorang pengin hidup biasa saja. Kesannya pasrah dan pesimis banget! Mimpi sudah selayaknya jangan nanggung-nanggung. Bahkan ada sebuah quotes yang bilang, gantungkan mimpi setinggi langit, seluas cakrawala, supaya jika kamu jatuh, kamu masih ada diantara bintang-bintang. Bagi banyak orang, mimpi untuk hidup sukses memiliki hukum fardhu ain. Tapi gak heran sih. Sejak kecil kita selalu memiliki pemikiran untuk menjadi sukses, karena ya, semuanya dibentuk oleh lingkungan yang mengasumsikan sukses sebagai kemenangan terbaik akan kehidupan. Tapi apa sih definisi sukses itu sendiri sebenarnya? Kecil dimanja, muda foya-foya, mati masuk surga? Atau sekolah, rangkin satu, lulus dengan nilai baik, kuliah di kampus ternama, dapat kerja dengan gaji banyak, menikah, punya anak? Menua dengan bangga lalu sirna.

Bentuk sukses yang beredar seolah didefinisikan dengan jelas bagi setiap orang. Padahal sudah selayaknya manusia, isi kepala dan tujuan kita amat berbeda. Rasanya tidaklah patut kalau kesuksesan masih dikotakkan dalam satu kerangka. Beberapa orang menginginkan kehidupan yang sederhana. Berangkat dari kenyamanan berkat konsep minimalis, hidup sederhana memiliki makna yang mendamaikan bagi manusia. Tak harus muluk-muluk, bisa bersyukur dan bahagia akan hal kecil yang terjadi setiap harinya merupakan suatu bentuk hidup yang didambakan. Kenapa? Karena semakin tinggi sebuah pohon semakin kencang angin yang menerpanya. Lagian kalau bisa hidup nyaman dengan penghasilan yang cukup dan apa adanya, kenapa tidak?
 

Belakangan, tekanan dalam hidup makin banyak. Setiap manusia jatuhnya jadi kaya berlomba-lomba untuk meraih sesuatu. Padahal seperti yang sering kita dengar, hidup bukan kompetisi. Jadi lebih baik dari diri kita kemarin saja sudah cukup. Apalagi di jaman seperti sekarang ini dengan keterbukaan informasi bikin kita jadi mudah banget kalau mau mengkomparasi diri dengan orang lain, dan parahnya, hal seperti ini tidak bisa dihindari. Kata sukses yang dahulu aku cita-citakan itu rasanya makin jauh dari genggaman. Dan seiring kekosongan itu aku menemukan kalau hidup yang damai saja sebenarnya sudah cukup tidak harus naik ke puncak hierarki. 

Enggak tahu gimana ceritanya, tapi begitu aku punya pemikiran begini, beranda Youtube ku merekomendasikan sebuah video dari Abang Ferry yang membahas soal Stoicism. Yang intinya bilang kalau sebenarnya kita bisa loh bahagia dengan diri kita sendiri dan tidak menggantungkan kebahagiaan kita pada orang lain yang tidak bisa kita kendalikan reaksinya. Linknya di sini kalau kamu mau nonton. 

 
Makanya, begitu ketemu Choi Ung di dalam drama ini, aku merasa ya hidup seperti itu bisa loh dan ga papa. Tapi selayaknya di kehidupan biasa, dalam drama ini pun sikapnya banyak dikritisi. Ternyata hidup biasa ini, juga ada filosofinya loh. Ada salah satu video dari satu persen Indonesia yang pernah membahasnya. 

Aku sendiri sebenernya ngerasa untuk menjalani hidup tidak perlu harus selalu jadi ambisius dan big planner. Kadangkala kita hanya perlu menjalani hari demi hari saja dengan baik. Apa yang aku jalani saat ini pun sama sekali tidak terplanning di masa sebelumnya. Adakalanya menjalani setiap hari dengan baik justru akan membawa kita ke tempat yang tidak disangka. Hal ini sempat juga di mention sama Ernest Prakasa di Podcastnya Daniel Mananta. Jika kita memiliki ekspektasi yang tinggi akan kehidupan justru kita akan terpuruk jika realitanya tidak sesuai dengan ekspektasi yang kita bangun. Tetapi jika ekspektasinya kita turunkan, maka jika realitanya lebih baik, kita akan lebih merasa puas dan tidak terlalu kaget jika realitanya seburuk ekspektasi kita.

Kalau ditanya mimpiku apa sih, kurang lebih sama kaya Choi Ung. Ingin hidup damai tanpa melakukan apapun. Karena rasanya, setiap harinya kita sudah berjuang untuk hidup tidak adil kalau harus membebani diri dengan hal yang tidak perlu-perlu banget. Tentu saja hidup biasa bukan berarti menyerah pada segala cita-cita, justru dengan menjalaninya langkah demi langkah akan menuntun kita tanpa disadari, mungkin. Ya kayanya sih yang menjadi takdir kita tidak akan melewatkan kita dan apa yang melewatkan, itu bukan untuk kita. Tapi ya pada akhirnya kalian lah yang menentukan kemana arah yang mau kalian tuju, masters of our own fate, we're the captains of our own soul

See u, semoga. 
 


Komentar

Posting Komentar