Hitam Sampai Putih Yang Memanusiakan Manusia



Memanusiakan manusia, mejadikan manusia. Frasa yang aneh, bukannya kita ini manusia ya? Lahir sebagai manusia tapi kenapa masih harus belajar untuk menjadi manusia dan memanusiakan manusia? Apa karena kadang manusia sendiri lupa tentang siapa, apa, mengapa, dan bagaimana manusia itu? Barangkali manusia lupa caranya memanusiakan manusia? Atau mungkin nilai-nilai kemanusiaan sudah hilang dari muka bumi tempat manusia berpijak? Tunggu, bukankah semua itu manusiawi?

Ada sebuah pepatah inggris lama yang mengatakan, manners maketh man, alias, sikap yang membentuk manusia. Tapi sikap seperti apa yang dimaksud? Kalau dalam pepatah itu yang saya tangkap adalah sopan santun berikut segala tetek bengek yang sesuai norma dan nilai yang dianut masyarakat. Mungkin selain akal pikiran dan nurani, sikap itulah yang menjadi salah beberapa faktor pembeda manusia dengan makhluk Tuhan lainnya. 

Kalau bicara soal kelakuan manusia, hal yang pertama kali muncul di benak saya adalah membingungkan. Bingung. Bingung yang harus bagaimana dan kenapa. Bingung antara mau apatis atau bersuara. Kalau saya seringnya jadi gak ngelakuin apa-apa karena lebih banyak bingungnya. Tapi di sisi lain, banyak juga yang sering langsung menghakimi persoalan tanpa peduli pada apa-apa yang memang seharusnya dipikirin dulu sebelum ngomong padahal sebenarnya dia ini juga bingung.

Contohnya begini, belakangan waktu lagi nganterin nenek setor uang arisan, ada bapak-bapak di jalan naik motor bebek sambil ngebut dan teriak, "Copet, copet cewek!"  

Si bapak mengejar copet sembari mengajak anak-anak muda yang kebetulan lagi ada di sekitar jalan. Pengejaran pun dimulai. 

Tentu saja kejadian itu mengundang masyarakat berkomentar. Dari semua tanggapan yang terlontar ada satu yang menyita atensi saya dan bikin saya mikir keras, kenapa mikirnya harus sehitam-putih itu. Seolah yang hitam itu adalah buruk dan selamanya akan selalu begitu. Ada banyak sekali cara pandang yang bisa kita pakai, jadi pakailah. Jangan melulu lihat dunia dalam bingkai monokrom. Toh dunia itu berwarna. Pelan-pelan tanggalkan kacamata rusak itu dan mulai coba lihat dari sisi lain. Bukan hanya hitam putih tapi dari warna lain seperti biru atau hijau atau barangkali merah. Seperti bingkai warna di bawah ini. Putih adalah warna paling awal dan hitam warna yang terakhir. Kalau melihatnya cuma hitam putih, baik buruk. Kalian cuma akan tahu segaris vertikal saja. Sayang sekali keindahan yang ditawarkan warna di garis lain. Coba urutin dari kanan ke kiri terus balik lagi ke kanan secara zig-zag maka akan lebih bagus.



 Begitupula kita seharusnya melihat kehidupan. Melalui perspektif yang begitu banyak. Seperti banyaknya jajaran warna dari hitam sampai putih.

Coba untuk tidak berpikir bahwa jalannya waktu tidak akan bisa mengubah seseorang. Padahal orang kan ngedengerin lagu sedih aja suasana hatinya bisa berubah sedih. Tindakan orang selalu bisa berubah tergantung situasi dan kondisi yang ada. Dan, tidak selamanya yang dianggap putih alias suci itu akan selamanya begitu. Karena kita manusia. Ingat ya manusia. 

Jadi begini komentarnya, "Masa iya cewek berhijab nyopet. Enggak mungkin gak sih, palingan orang tadi habis ditolak cintanya terus tidak terima dan nuduh si cewek, bisa kan? Kalau enggak begitu, kayaknya emang orang dari *situ. Lagi pandemi begini kan kekurangan job, enggak ada yang mampir akhirnya nyopet deh." 

*situ : adalah tempat lokalisasi yang jaraknya kira-kira 5km dari rumah dan emang terkenal banget udah dari lama.

Like, why?

Kenapa harus berkomentar seperti itu?

Terus kalau begitu, apa sebaiknya kita apatis saja? Ada beberapa opsi sebenarnya, yang pertama dan paling saya suka adalah tidak berkomentar mengenai sesuatu yang bukan ranahmu atau kamu tidak benar-benar tahu duduk persoalan dan seluk beluknya. Buat saya, pemahaman seperti ini penting sekali. Karena di era digital seperti sekarang manusia mudah sekali meninggalkan jejak-jejak komentar di mana pun, kebanyakan tanpa memikirkan dampak yang mampu ditimbulkan. Kita memperlakukan orang di media sosial seolah orang itu tidak ada di depan kita, jadi bebas aja komentar seenaknya. Little did we know, ternyata manusia yang kita julitin itu baca juga komentar di media sosialnya. Terlepas dari dibaca atau enggaknya hate comment yang ada, tetap tidak boleh begitu. Ini sering banget disampaikan di mana pun, kalau tidak bisa memberi feedback positif mending diam. Kebebasan berpendapat bukan berarti bebas menyakiti yang lain. 

Opsi kedua, kalau memang segitu gatelnya komentar pikirin dampaknya dan penyampaian dilakukan melalui cara yang sopan dan sebisa mungkin tidak melukai perasaan orang lain. Lagipula tidak semua hal harus dikomentari. Semua yang saya tulis ini pun opini pribadi saya sendiri. Melihat fenomena masyarakat yang makin sering ribut saya tidak tahan untuk meluapkan kegelisahan melalui tulisan ini. Saya rasa kita memang perlu memperbanyak toleransi dan lebih sabar lagi. Perbedaan pendapat itu biasa sekali, berdamailah dengan itu. Serta, jangan terlalu cepat tersinggung, di dunia ini yang punya perasaan bukan cuma kamu saja. Intinya banyakin proses di dalam sebelum melakukan apapun. 

Perlakukan orang lain sebagaimana kamu ingin diperlakukan.
Selain kebingungan, hal yang paling bikin kepikiran soal tindakan manusia adalah pemakluman. Maklum semacam yah, mau gimana lagi, namanya juga manusia. Kita semua tahu, kalau manusia memang tempatnya salah dan khilaf. Kita adalah mahkluk Tuhan yang sempurna. Tapi bagi saya sempurna versi manusia bukan berarti tanpa cacat dan kekurangan. Karena sempurna yang sesungguhnya adalah milik-Nya. Applause prok prok prok!

Belakangan saya mikir manusiawi itu sebenarnya apa sih. Apakah manusiawi itu cuma sikap dalam diri manusia yang baik-baik dan suci seperti rendah hati, sabar, sopan, santun, ramah, dermawan, dll.? Tapi manusia kan bukan cuma tempatnya benar. Manusia juga punya sisi lain yang kadang suka marah, benci, iri, pelit, licik, pesimis dll. Lalu apakah para penjahat, perampok, dan psikopat itu manusiawi? Kesalahan itu manusiawi kan? Setelah berselancar lama sekali di internet akhirnya saya nemu artikel mencerahkan dari Steemit ini artikelnya dan juga yang satu ini.

Ternyata yang manusiawi memang benar bukan cuma hal-hal baik dalam diri manusia saja. Manusia selalu memiliki dua sisi. Keduanya manusiawi. Kalau ada orang bilang kejahatan itu tidak manusiawi, bagi saya sendiri hal itu kurang tepat. Bagi saya justru itu manusiawi. 

Tapi satu yang harus dipahami. Manusiawi tidak bisa dijadikan alasan untuk berbuat jahat atau menyakiti. Alasan apapun tidak dibenarkan. Karena selain memiliki sifat manusiawi, manusia juga dibekali akal pikiran dan nurani yang bisa menilai dan menimbang sekaligus membedakan kebaikan dan keburukan yang juga tidak bisa dilihat sehitam putih itu. Memahami dan mengerti. Melihat dari berbagai perspektif. Memaafkan. Mengikhlaskan. 
Memang agak membingungkan, seperti paradox, jika kita melakukan kesalahan lalu belajar darinya tapi banyak juga dari kita yang belajar lalu melakukan kesalahan. Sebagaimana yang tertulis di atas, salah hanya akan salah banget kalau dilihat salahnya saja, meski salah adalah salah, akan lebih baik kalau kita melihat alasan di baliknya, menilik juga faktor pemicunya. Manusia terlalu kompleks untuk dikotakkan dalam bingkai baik dan buruk saja.

Bagi saya karena itulah manusia berkembang. Berusaha menjadi versi terbaik dari diri sendiri hari demi hari. Melakukan kesalahan lalu belajar dari itu lebih baik ketimbang tidak pernah merasa salah yang merupakan awal dari musibah. Menerima kesalahan dan memperbaiki diri. 

Manners maketh man and also all those kind of bad things in life.

Mari menjadi manusia yang lebih baik bersama-sama. Mari tumbuh dan lebih peka terhadap sesama.


Komentar

  1. Terimakasih untuk pengingat yaa!!!!



    Salam makhluk Saturnus

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah terimakasih feedback tak terkiranya dari saturnus. Salam buat cincinmu

      Hapus
    2. Wah terimakasih feedback tak terkiranya dari saturnus. Salam buat cincinmu

      Hapus
    3. Wah terimakasih feedback tak terkiranya dari saturnus. Salam buat cincinmu

      Hapus
    4. Wah terimakasih feedback tak terkiranya dari saturnus. Salam buat cincinmu

      Hapus
    5. Wah terimakasih feedback tak terkiranya dari saturnus. Salam buat cincinmu

      Hapus
    6. Wah terimakasih feedback tak terkiranya dari saturnus. Salam buat cincinmu

      Hapus
    7. Wah terimakasih feedback tak terkiranya dari saturnus. Salam buat cincinmu

      Hapus
    8. Wah terimakasih feedback tak terkiranya dari saturnus. Salam buat cincinmu

      Hapus

Posting Komentar