Lebih Baik Introvert atau Ekstrovert





Saya menulis artikel ini pada 7 Juni 2020 dan teronggok di draft sampai akhirnya di post sekarang.

Belakangan istilah introvert begitu sering dibicarakan, terutama setelah seorang public figur mengaklaim ia introvert dalam video klarifikasi permintaan maaf di akun Youtube. Hal ini sontak membuat netizen Indonesia geger dan ramai-ramai berkomentar. Tidak perlu aku sebut seperti apa dan bagaimana Kalian pasti juga sudah tahu.
Ternyata banyak juga yang belum tahu apa itu introvert dan extrovert. Lalu, yang masih gamang juga banyak. Antara tahu dan pernah dengar, namun tidak begitu paham apa maksud sebenarnya istilah tersebut. Tapi yang mengira bahwa introvert ini adalah manusia kuper yang tidak bisa ngomong, sekalinya ngomong tidak mikir terlebih dahulu, dan tidak terkontrol ngomongnya bagaimana, tak kalah banyak juga.

Aku rasa terdapat beberapa kesalahan yang terlanjur melekat dalam persepsi beberapa orang terkait istilah introvert dan extrovert itu sendiri. Mereka yang pendiam, pemalu, penyendiri, dan tidak bisa diajak bergaul cenderung diberi cap introvert. Sedangkan, manusia yang berada di spektrum lain, yaitu orang yang chill dan outgoing dianggap sebagai extrovert. Aku pun sering dibilang introvert waktu SMA. Maksudku kayak kenapa ya kesannya intovert itu buruk gitu? Kenapa introvert selalu diidentikkan dengan cupu dan gak punya teman? Bahkan beberapa orang menganggap introvert ini adalah hal yang harus dibuang jauh-jauh, salah satu guru SMA ku pun menganggapnya begitu. Mengejutkan.

Dulunya aku juga berpikir kalau si introvert ini memang kaum-kaum yang tidak banyak bicara dan semacamnya. Tapi sejak beberapa tahun lalu pemahamanku mulai tercerahkan.

Jadi singkatnya begini, aku pernah baca di wattpadnya Crowdstoria di mana dia secara gamblang menjelaskan tentang pengertian introvert dan extrovert. Bahwa pada dasarnya kedua tipe kepribadian tersebut bergantung pada energi yang diperoleh. Jika si introvert ini merasa lebih berenergi atau energinya terisi ketika ia melakukan hal-hal dengan dirinya sendiri, maka si extrovert akan lebih berenergi ketika ia melakukan kegiatan bersama dengan orang lain. Sesuai namanya saja introvert, into-ke dalam, jadi ya tipe yang lebih ke diri elu sendiri daripada ke luar.

Saya banyak tahu introvert yang menggebu dan aktif bicara ketika dengan orang-orang yang mereka kenal dengan baik dan membuat mereka merasa nyaman, kebanyakan memang begitu. Menurut saya introvert ini memiliki lingkar pertemanan yang kecil namun intimasi hubungannya lekat dan terjaga dengan baik. Memang mereka memilih pola hubungan begitu, banyak introvert yang menempuh karir dengan tingkat interaksi tinggi dengan orang lain seperti MC, motivator, atau apapun yang mengharuskannya untuk menjadi pembicara di hadapan umum. Mereka bisa melakukannya.

Adapula extrovert yang tidak banyak bicara atau pendiam tapi ia merasa lebih terisi ketika bersama dengan orang lain.

Selain dua tipe kepribadian tersebut mungkin Anda sekalian juga pernah dengar istilah ambivert, yaitu mereka yang 50% introvert dan 50% extrovert atau bisa menjadi seorang intovert atau extrovert tergantung situasi yang dihadapi. Ini opini saya sendiri sih, tapi menurut saya tidak ada yang namanya ambivert. Bagi saya akan selalu ada kecenderungan di salah satu sisi. Mungkin sekali kala si introvert ini menjadi talkactive bukan berarti ia sedang menjadi extrovert, sangat luas kemungkinan kalau dia sedang menyesuaikan diri untuk beberapa hal yang diperlukan seperti pekerjaan misalnya. Tapi yah, tidak ada yang tidak mungkin di dunia sih.

Pada dasarnya, semua tetap tergantung pada pribadi masing-masing. Manusia adalah makhluk yang kompleks. Introvert dan extrovert adalah salah satu dari sekian banyak cara untuk mengotakkan dan mempelajari kekompleksan manusia ini.

Tidak ada yang lebih baik atau lebih buruk diantara keduanya. Toh, kita semuanya kan sama-sama punya kekurangan dan kelebihan di hal-hal yang berbeda dan adakalanya sama. Menerima, menurut saya adalah jalan terbaik sambil terus belajar. Allow yourself to be wrong, feel guilty, and making mistakes. Face that and grow from it.

Saya harap pembaca saya mulai hari ini dibiasakan untuk tidak langsung judge on the first sight at the first time dan lebih berusaha untuk memandang manusia sebagai manusia. Manusia yang berbuat banyak kesalahan dalam hidupnya. Manusia yang memiliki alasan di balik semua perbuatan yang dilakukannya. Manusia yang bisa berubah seiring waktu. Manusia yang bertumbuh. Manusia yang terus belajar. Mari menjadi manusia bersama-sama.

Sampai jumpa lagi di blog selanjutnya, semoga.

Komentar